Kota Kian Berkembang, Infrastruktur Jalan Tak Berimbang

14:59


 
Malang – Sepuluh tahun lalu, para pengguna jalan di Kota Malang mungkin bisa bebas melenggang melewati ruas jalan di kota pelajar. Namun kini, pengendara harus melatih kesabaran terjebak di sejumlah titik kemacetan kota yang sudah memasuki masa kritis. Kepada pemegang kebijakan, warga Malang berharap agar polemik kemacetan di kota ini bisa segera terurai.

Penyebab kemacetan lalu lintas di Kota Malang sendiri disebabkan oleh sejumlah faktor. Antara lain lahan parkir yang semakin sempit menyebabkan banyak warga yang parkir di badan jalan, bertambahnya bangunan di Kota Malang yang membuat akses jalan semakin sempit, serta pertumbuhan penduduk yang semakin pesat yang otomatis mempengaruhi laju pertumbuhan kendaraan bermotor.

Berdasarkan catatan di Kantor Bersama Samsat Kota Malang, pada tahun 2007 saja tercatat ada sebanyak 723 unit kendaraan bermotor baru. Sebanyak 723 unit kendaraan baru tersebut, didominasi oleh jenis sepeda motor yang jumlahnya mencapai 652 unit. Sementara, sisanya adalah mobil jenis station wagon yang mencapai sebanyak 47 unit, jenis truck 14 unit, jenis jeep 7 unit, dan sedan 3 unit.

Di sisi lain, pertumbuhan Kota Malang sebagai kota terbesar kedua di Jawa Timur memberikan dampak positif pada taraf perekonomian warga Kota Malang. Namun sayang, perkembangan itu tidak berbanding lurus dengan pembangunan infrastruktur jalan di Kota Malang. Akibatnya, kemacetan terjadi di mana-mana. Bahkan, pakar transportasi Universitas Brawijaya memperkirakan Kota Malang akan macet total di tahun 2015. Kondisi tersebut tidak bisa terhindarkan jika pemerintah tidak segera mengambil langkah cepat mengatasi permasalahan ini.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang, Sri Untari mengaku bahwa dewan sebenarnya telah mendorong Pemkot Malang untuk melakukan pengaturan jalan dan rekayasa lalu lintas sejak beberapa tahun yang lalu, sebelum kemacetan di Kota Malang mengalami masa kritis seperti saat ini. Namun, lanjut Untari, hingga kini masih belum ada langkah konkret yang dilakukan Pemkot Malang guna mengurai kemacetan. “Kami sudah mengusulkan pada Pemkot Malang untuk melakukan perluasan jalan di sejumlah titik yang memungkinkan. Itu mungkin menjadi salah satu pilihan solusi, mengingat lahan kosong di Kota Malang juga sudah tidak terlalu banyak,” tuturnya.

Menurutnya, laju pertumbuhan penduduk di Kota Malang memang sulit dibatasi, mengingat kota yang dikelilingi Kabupaten Malang ini terkenal sebagai kota pendidikan dan kota wisata dimana banyak warga luar kota yang kemudian menetap di Malang. Untuk itu, dibutuhkan akses jalan baru yang mengurai kemacetan di tengah kota. Solusi itu berupa Jalur Lingkar Barat (Jalibar) dan Jalur Lingkar Timur (Jalitim). “Urbanisasi di Kota Malang cukup besar, jadi pembangunan Jalibar dan Jalitim yang sudah direncanakan sejak dulu harus segera terealisasi. Pemkot Malang harus segera berkoordinasi dengan Pemkab Malang, Pemprov Jatim, dan pemerintah pusat untuk merealisasikan hal itu,” tegas wanita yang juga merupakan tokoh koperasi Kota Malang ini.

Untari menambahkan, sebenarnya pengaturan mengenai pembangunan jalan di Kota Malang sudah tertuang dalam Perda (Peraturan Daerah) Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW), serta perda zonasi dan Rencana Detail Tata Ruang dan Kota (RDTRK) yang hingga kini masih dalam pembahasana. Dalam perda tersebut, penataan ruang di Kota Malang telah diatur, termasuk akses jalan. “Mengatur Kota Malang ini sama dengan mengatur ruang, apalagi luas jalan di Kota Malang hanya sekitar 10 ribu kilometer per segi,” tutur Untari.

Dalam perda zonasi dan RDTRD tersebut, sambung Untari, dewan akan memasukkan poin mengenai penataan bangunan toko yang menjamur di Kota Malang, khususnya di kawasan kampus. Ironisnya, pembangunan toko baru itu mendapatkan izin dari Pemkot Malang dengan mudah, padahal toko-toko tersebut tidak memiliki lahan parkir yang representatif. Akibatnya, parkir memakan badan jalan dan menyebabkan kemacetan. “Dalam perda itu akan diatur secara detail bagaimana penataan Kota Malang, kami berharap penyusunan perda ini bisa tuntas tahun depan,” urainya.

Meski Perda zonasi dan RDTRK belum disahkan, dewan menilai seharusnya Pemkot Malang tetap bisa bertindak tegas terhadap pelanggaran bangunan melalui perda Bangunan yang sudah dimiliki Kota Malang. “Perda RDTRK memang belum disahkan, tetapi seharusnya Pemkot Malang melalui penegak perda, yakni Satpol PP, sudah bisa menertibkan bangunan-bangunan yang tidak sesuai seperti toko yang memakan trotoar dan badan jalan,” tukas wanita saat ini menjadi anggota Komisi B DPRD Kota Malang ini.

“Kalau ingin masyarakat tertib, Pemkot Malang juga harus menggunakan fungsi kontrolnya. Solusi sebaik apapun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas jika tanpa fungsi kontrol pemerintah dan ketaatan dari warganya akan si-sia,” pungkas Untari.

Sementara itu, Kepala Bidang Tata Kota Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkot Malang, Erik S. Santoso mengakui jika kemajuan Kota Malang saat ini memang tak berbanding lurus dengan kenyamanan kota. Untuk itu, pihaknya berkomitmen melakukan penataan kota salah satuya dengan melakukan penyusunan Strategi Pembangunan Pemukiman dan Infrastruktur Perkitaan (SPPIP).

“Salah satu yang akan kita atur dalam SPPIP adalah dengan membuat agar kawasan pemukiman perumahan dan infrastruktur yang ada terpadu sebagai satu kesatuan. Misalnya saja kawasan perumahan elit yang selama ini akses jalannnya hanya digunakan untuk warga disitu saja, kini bisa jadi jalan umum. Mungkin itu bisa menjadi salah satu solusi mengurangi kemacetan di tengah Kota Malang,” katanya.

Namun SPPIP itu sendiri, lanjut Erik, belum bisa direalisasikan saat ini juga, karena masih dalam proses pembahasan dengan sejumlah stake holder. Jika SPPIP ini tuntas, Pemkot Malang berenacan mengajukan pada dewan untuk dijadikan Peraturan Daerah (Perda). “Pegaturan Kota Malang akan menjadi lebih baik dan efektif jika punya payung hukum,” pungkas Erik. 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »