Masyarakat Banjarmasin harus mulai membiasakan diri seperti hidup di ibu kota, yang setiap hari bergelut dengan kemacetan lalu lintas. Persoalan kronis di Jakarta yang sampai saat ini belum juga teratasi hingga sekarang, juga dirasakan dan akan menjadi keseharian warga Banjarmasin.
Kemacetan ini merupakan dampak dari proyek pembangunan jalan layang (flyover) di Jalan A Yani Km 3,5 hingga Km 4, yang mulai dikerjakan mulai Selasa, 6/11. Sebagai gambaran, saat dilakukan simulasi penutupan jalur di lokasi proyek oleh kepolisian, terjadi kemacetan di peremptan Jl A Yani dan Jalan Gatot Subroto.
Kepolisian melakukan simulasi pemakaian satu lajur yakni sebelah kiri yang biasa dilewati kendaraan roda dua. Akibatnya sudah bisa ditebak, lajur selebar tiga meter itu disesaki sepeda motor dan mobil serta kendaraan roda tiga, maka terjadilah kemacetan parah.
Dari arah luar kota, terjadi penumpukkan kendaraan di perempatan Jalan Gatot Subroto, begitu juga sebaliknya arus lalu lintas terjadi kamacetan panjang dari dalam kota yang berujung di simpang empat jalan itu. Untuk mengurangi kemacetan panjang, arus dari dalam kota dialihkan ke Jalan Kuripan menuju ke Jalan Veteran.
Situasi lalu lintas sempat crowded selama beberapa jam. Pengendara dari arah Jalan Gatot Subroto berdesakan dengan mereka yang meluncur dari luar kota menuju dalam kota. Sama-sama mau cepat, sehingga bunyi klakson seperti bersahut-sahutan.
Bahkan, pada sore hari yang merupakan jam-jam padat, sejumlah kendaraan tujuan luar kota terpaksa mengambil sebagian jalur pada lajur kanan berlawanan arah menuju ke luar kota dengan memotong di belokan depan Markas Danlanal Jalan A Yani Banjarmasin.
Petugas satlantas sibuk membagi dan mengamankan lajur arah dalam kota menjadi dua jalur untuk akses keluar sebagian kendaraan roda empat, agar kemacetan tak semakin panjang.
Dari fakta lapangan yang terjadi dalam dua hari terakhir, bisa dipastikan bakal terjadi kemacetan lalu lintas selama pengerjaan proyek jalan layang sepanjang 405 meter dan lebar 16 meter yang akan berlangsung selama 871 hari kalender tersebut.
Melihat dampak dan persoalan baru yang akan muncul dari proyek itu, Pemprov Kalsel terkesan jauh dari siap. Bahkan proyek Dinas Pekerjaan Umum (PU) dengan nilai kontrak Rp 101.765. 735.590 tersebut terkesan dipaksakan agar anggaran telah dianggarkan Pusat itu tidak hangus begitu saja.
Semestinya jauh sebelum proyek dilaksanakan, Pemprov Kalsel harus menyiapkan infrastruktur pendukung seperti pelebaran semua jalan alternatif untuk mengantisipasi kemacetan, atau membuat jalan-jalan baru, sehingga pada jam-jam macet, pagi, siang dan sore arus lalu lintas bisa diurai dan tetap berjalan lancar.
Kondisi yang ada saat ini jalan-jalan alternatif seperti Jalan Kuripan, Jalan Veteraan, Jalan Tembus Lingkar Selatan Dalam (samping BPN), kondisinya masih amburadul. Pengalihan arus lalu lintas ke jalan tersebut justru menciptakan kemacetan baru di persimpangan jalan berikutnya.
Bila hal itu tidak diantisipasi, kemacetan bakal semakin parah selama proyek jalan berlangsung, mengingat angka pertumbuhkan kendaraan roda dua dan roda empat saat ini sangat tinggi, sementara jalan yang ada di Banjarmasin tidak bertambah.
Banyak cara untuk mengantisipasi dan mengurangi kemacetan lalu lintas, misalnya pergi ke sekolah lebih pagi, hindari bepergian pada jam-jam sibuk atau pergi kantor dengan sepeda motor.
Mengingat proyek sudah berjalan, siap atau tidak, persoalan kemacetan bakal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kita berharap pemerintah tidak lepas tangan begitu saja dan tetap membenahi jalan-jalan alternatif yang ada menjadi lebih baik selama proyek berjalan, sehingga dampak dari kemacetan tidak terlalu merugikan masyarakat.