BANDUNG - Persoalan kejahatan yang melibatkan geng motor di Kota Bandung, Jawa Barat, tak pernah tuntas. Pada waktu tertentu, geng motor lenyap, namun di kesempatan lain, mereka muncul kembali.
Kriminolog Unviersitas Padjadjaran (Unpad), Yesmil Anwar, menilai, fenomena geng motor sebagai sebuah penyakit kambuhan yang bisa muncul dan hilang kapan saja.
“Masalah geng motor ini tidak pernah diobati secara sungguh-sungguh. Geng motor ini salah satu bentuk patologi sosial, penyakit masyarakat,” jelasnya di Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/10/13).
Selain itu, lanjut dia, tidak ada koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, polisi, dan semua pihak terkait dalam memberantas geng motor. “Koordinasi antara semua instansi itu yang tidak saya lihat. Semuanya (bekerja) sendiri-sendiri,” tuturnya.
Pemkot Bandung, misalnya, pernah melakukan silaturahim sekaligus pembubaran geng motor di Bandung. Namun tidak ada tindak lanjut dan pembinaan berkelanjutan.
Ia menambahkan, pemerintah daerah juga belum mampu mengelola remaja menjadi kreatif dan mewadahinya melalui berbagai kegiatan bermanfaat.
“Contohnya seluruh ruang publik di Bandung hampir semuanya diberdayakan untuk meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah), tidak untuk membuat masyarakat, terutama anak muda bisa melakukan kegiatan kreatif,” ujarnya.
Ia lalu menyoroti polisi yang baru bergerak setelah ada kejadian. “Polisi itu bentuknya selalu pendekatan dengan melihat gejala. Kalau lagi banyak, (geng motor) dicari. Nanti kalau sudah sepi, diam,” cetusnya.
Menurutnya, koordinasi lintas sektor harus berjalan, tidak hanya di tingkat atasan, namun sampai ke jajaran paling bawah. Jangan sampai berbagai upaya pemberantasan geng motor hanya sekadar seremonial di tingkat atasan.
“Kalau boleh dikatakan kenapa (geng motor) kambuh lagi, karena pengobatannya tidak pernah tuntas. Tidak ke akar persoalan yang sebenarnya,” pungkasnya.