JAKARTA,
----- Siapa yang menyangka di usianya yang masih 23 tahun, Syanni Susan
Pangkey mengalami kecelakaan maut yang mengakibatkan kedua matanya
buta. Dia masih ingat kecelakaan tragis yang menimpa dirinya pada 25
Juni 1987.
Sepulang bekerja, mobil jemputan yang
dia tumpangi dengan kecepatan tinggi menabrak bagian belakang truk
semen. Akibat kecelakaan itu, empat penumpang tewas seketika dan Syanni
mengalami luka parah.
“Saya yang paling parah. Saya mengalami
80 persen wajah rusak. Mata kiri hancur. Mata kanan organ keluar, dan
tulang pipi kiri dan kanan saya patah,” kata Syanni ketika memberi
testimoni pada acara “Ngopi Bareng” bertema “Keselamatan Lalu Lintas
Jalan: Dari Kita, Oleh Kita, untuk Semua” yang digelar di Palalada Resto
Alun-alun Indonesia Grand Indonesia Jakarta.
Pascakejadian itu segala keputusasaan
dan kekhawatiran akan masa depan terus membayangi hari-hari Syanni.
Cita-cita sebagai sekretaris pun pupus di tengah jalan. Dunia menjadi
gelap seketika. Sebanyak 20 operasi harus dia jalani. Namun, hal itu
tidak mengembalikan penglihatannya lagi.
Beruntung ada teman-teman serta orang di
sekitar Syanni yang terus memberi dukungan sehingga kini Syanni tegar
menghadapi hidup. Kini, tangan Tuhan terus menuntunnya setiap hari.
Namun lepas dari itu, Syanni adalah satu dari sekian banyak korban
kecelakaan di jalan raya. Belakangan, angka kecelakaan lalu lintas terus
meningkat tajam.
Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan pada 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi mesin
pembunuh manusia ketiga tertinggi di dunia setelah serangan jantung dan
depresi. Bahkan, kematian akibat kecelakaan melebihi kematian yang
disebabkan penyebaran virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS dan
TBC.
Kini sekitar 1,3 juta orang tewas setiap
tahun di dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Hasil analisis data
kecelakaan pada 2010 menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas jalan di
Indonesia telah mengakibatkan sekitar 86 orang meninggal setiap harinya.
Sebanyak 67 persen korban kecelakaan
berada pada usia produktif (22–50 tahun). Bisa dibayangkan jika yang
menjadi korban ialah ayah yang menjadi tulang punggung keluarga, tentu
berdampak pada kelangsungan hidup keluarganya.
Sementara loss productivity
dari korban dan kerugian material akibat kecelakaan tersebut
diperkirakan mencapai 2,9-3,1 persen dari total PDB Indonesia, atau
setara dengan Rp 205–220 triliun pada 2010 dengan total PDB mencapai Rp
7.000 triliun.
Pengamat transportasi sekaligus Ketua
Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko
Setijowarno mengungkapkan, tingginya angka kecelakaan khususnya di jalan
raya dipicu beberapa hal penting. Pertama, sudah sangat jelas,
pemerintah telah gagal mewujudkan sarana dan prasarana transportasi
massal yang bisa diandalkan.
"Buruknya layanan angkutan massal pada
akhirnya membuat masyarakat lebih memilih menggunakan angkutan pribadi,
yang kemudian berdampak pada tingginya volume kendaraan, menimbulkan
kemacetan, stres, dan berujung pada kecelakaan. Efek domino kian
meluas," ujarnya.
Perketat SIM
Djoko berani memberikan tanggapan bahwa
kepolisian turut andil dalam tingginya angka kecelakaan di jalan
lantaran "sangat mudah" mengeluarkan lisensi izin mengemudi atau yang
dikenal dengan Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Prosedur pemberian SIM itu harus jelas
dan ketat, tidak seperti membeli kacang goreng. Jika pembuatan SIM
sulit, masyarakat yang akan membuat SIM tentu akan lebih disiplin dan
melatih diri agar benar-benar mahir dalam mengemudi, baik sepeda motor
maupun jenis kendaraan roda empat," jelasnya.
Data riset WHO mutakhir menyebutkan
rendahnya pengetahuan dan kesadaran dalam berlalu lintas merupakan
penyebab utama kecelakaan. Mulai dari pengetahuan dasar-dasar mengemudi
yang rendah hingga ketidaktahuan dan pelanggaran terhadap rambu-rambu
lalu lintas. Mesti diakui rendahnya etika berkendara, ketidaktaatan, dan
sikap serta perilaku yang tidak baik itulah yang membuat kecelakaan
lalu lintas terus meningkat di Indonesia.
Selanjutnya, kondisi prasarana jalan di
Indonesia juga relatif belum sempurna, dengan pertumbuhan industri
otomotif yang terus merangkak naik setiap tahunnya, seperti pertumbuhan
mobil 300 per hari dan motor 1.000 per hari, sementara prasarana jalan
hanya mengalami pertumbuhan 0,01 persen per bulan. Belum lagi kondisi
jalan yang rusak dan berlubang, yang hanya diperbaiki ketika musim mudik
Lebaran tiba dan sifatnya hanya tambal sulam.
Selain itu, kesadaran masyarakat saat
berkendara di jalan juga masih sangat rendah terhadap pakem keselamatan.
Masyarakat kerap mengabaikan penggunaan helm atau sabuk pengaman,
melanggar rambu lalu lintas, menggunakan telepon genggam, hingga
mengendarai kendaraan dengan laju kecepatan di atas normal. Semua itu
memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas, dan sejatinya, kesadaran dapat
dimulai secara konsisten dari diri kita masing-masing.
Ketua DPP Organda Eka Sari Lorena yang
juga pengusaha otobus mengaku sangat mendukung pengetatan prosedur
pemberian SIM, khususnya bagi pengemudi angkutan umum. Hampir setiap
tahun angka kecelakaan bus saat mudik Lebaran cukup tinggi.
Ia berharap kepada para pembuat SIM bisa dilakukan pelatihan (training)
intensif terlebih dahulu, sebelum SIM dikeluarkan. Ia mencontohkan
prosedur pembuatan SIM di luar negeri, seperti di Amerika Serikat, calon
pembuat SIM diwajibkan terlebih dahulu mempelajari modul (teori) dari
kurikulum yang dibuat pihak kepolisian.
Setelah menguasai teori, barulah
diperkenankan membuat jadwal untuk mengikuti tes (praktik) secara
langsung. Standar kelulusan yang ditetapkan pun tidaklah mudah. Dengan
demikian, kemampuan si calon pengemudi ini benar-benar teruji.
Berdasarkan data Kepolisian Republik
Indonesia, tercatat tren kenaikan angka kecelakaan di Indonesia
meningkat tajam. Tahun 2008 tercatat 59.164 kecelakaan dengan jumlah
korban meninggal dunia 20.188, luka berat 23.440, dan luka ringan 55.731
orang.
Adapun kerugian yang ditimbulkan dari
kerusakan properti mencapai Rp 131,207 miliar. Tahun 2009, tercatat
62.960 kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia 19.979, luka
berat 23.469, dan luka ringan 62.936 orang. Kerugian yang ditimbulkan
dari kerusakan properti mencapai Rp 136,285 miliar.
Sementara tahun 2010 tercatat 64.836
kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia 31.234, luka berat
14.227, dan luka ringan 32.000 orang. Adapun kerugian yang ditimbulkan
akibat kerusakan properti mencapai Rp 174,335 miliar.
Dicontohkan data yang lebih detial, dari
total 65 juta kendaraan yang mengalami kecelakaan di tahun 2010, 75
persen ialah sepeda motor, diikuti mobil 26,62 persen, dan angkutan umum
3,8 persen.
Terkait tingginya angka kecelakaan itu,
pada Maret 2010 Majelis Umum PBB mendeklarasikan Decade of Action (DoA)
for Road Safety 2011–2020 yang bertujuan mengendalikan dan mengurangi
tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan secara global,
dengan meningkatkan kegiatan yang dijalankan pada skala nasional,
regional, dan global.
Sejumlah Solusi
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan
pemerintah jika keselamatan di jalan raya menjadi agenda prioritas
pembangunan nasional? Hal pertama yang mungkin disarankan, yakni
mencegah kecelakaan secara engineering (rekayasa).
Djoko mengusulkan, jika Kementerian
Perindustrian tidak bisa mengurangi produksi kendaraan, terutama sepeda
motor yang berkontribusi besar pada kecelakaan, maka bisa dibuat
pembatasan kecepatan pada kendaraan sepeda motor pada kecepatan tertentu
(maksimal 70 km per jam), sehingga kendaraan tersebut tidak dapat
melebihi kecepatan yang diizinkan. Misalnya, untuk sepeda motor dibuat
aturan kendaraan tak lebih dari 90 CC.
Bisa dibayangkan, saat ini jenis motor bebek, baik manual maupun matic,
bisa digunakan untuk perjalanan mudik yang sangat jauh karena memiliki
kecepatan yang sangat tinggi. Tentu hal ini sangat berbahaya dan sangat
mungkin memicu terjadinya kecelakaan.
Contoh berikutnya adalah memasang sensor
jarak pada badan kendaraan bermotor sehingga tercipta jarak aman
antarkendaraan (minimal 1.000 meter), sehingga saat kendaraan depan rem
mendadak, masih ada jarak untuk kendaraan di belakangnya untuk
mengendalikan kendaraan dan menginjak rem.
Saran kedua, pemerintah jangan pernah
bosan melakukan pencegahan secara administratif. Misalnya iklan promosi
keselamatan berkendara di jalan raya, larangan penggunaan ponsel saat
berkendara termasuk penggunaan handfree, memasang rambu-rambu,
memasang lampu jalan, memperbaiki jalan yang rusak, dan memasang kaca
dua arah di tikungan. Selain itu, aparat harus tegas di mana masyarakat
tidak boleh mengemudi dalam keadaan mabuk dan mengantuk.
Ketiga, kampanye yang dilakukan terkait
pencegahan menggunakan pelindung diri. Misalnya menggunakan helm standar
dan bagaimana memasang sabuk pengaman yang benar.
Terakhir, untuk pertolongan pertama,
sebaiknya dibuat jalur khusus untuk ambulans, serta penambahan armada
ambulans. Ditambah lagi, pemasangan nomor telepon bebas pulsa untuk
laporan kecelakaan/keadaan darurat di jalan seperti 911.
"Sebenarnya, kita tidak cukup hanya
berbicara angka saja terkait kecelakaan. Tetapi harus berpikir betapa
sungguh berharganya nyawa manusia tersebut. Keselamatan harus menjadi
tanggung jawab semua orang," ungkap Direktur Keselamatan Transportasi
Darat Kementerian Perhubungan Hotma Simanjuntak.
Karena itu, instansinya tidak pernah
berhenti untuk terus mengingatkan dan menyerukan kepada banyak orang
mengenai pentingnya keselamatan di jalan raya. Target utama yang hendak
dicapai adalah menurunkan jumlah kecelakaan lalu lintas hingga 50 persen
pada 2020.