Kecelakaan Lalu Lintas, Pembunuh Nomor Tiga

10:52

JAKARTA, ----- Siapa yang menyangka di usianya yang masih 23 tahun, Syanni Susan Pangkey mengalami kecelakaan maut yang mengakibatkan kedua matanya buta. Dia masih ingat kecelakaan tragis yang menimpa dirinya pada 25 Juni 1987.
Sepulang bekerja, mobil jemputan yang dia tumpangi dengan kecepatan tinggi menabrak bagian belakang truk semen. Akibat kecelakaan itu, empat penumpang tewas seketika dan Syanni mengalami luka parah.
“Saya yang paling parah. Saya mengalami 80 persen wajah rusak. Mata kiri hancur. Mata kanan organ keluar, dan tulang pipi kiri dan kanan saya patah,” kata Syanni ketika memberi testimoni pada acara “Ngopi Bareng” bertema “Keselamatan Lalu Lintas Jalan: Dari Kita, Oleh Kita, untuk Semua” yang digelar di Palalada Resto Alun-alun Indonesia Grand Indonesia Jakarta.
Pascakejadian itu segala keputusasaan dan kekhawatiran akan masa depan terus membayangi hari-hari Syanni. Cita-cita sebagai sekretaris pun pupus di tengah jalan. Dunia menjadi gelap seketika. Sebanyak 20 operasi harus dia jalani. Namun, hal itu tidak mengembalikan penglihatannya lagi.
Beruntung ada teman-teman serta orang di sekitar Syanni yang terus memberi dukungan sehingga kini Syanni tegar menghadapi hidup. Kini, tangan Tuhan terus menuntunnya setiap hari. Namun lepas dari itu, Syanni adalah satu dari sekian banyak korban kecelakaan di jalan raya. Belakangan, angka kecelakaan lalu lintas terus meningkat tajam.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi mesin pembunuh manusia ketiga tertinggi di dunia setelah serangan jantung dan depresi. Bahkan, kematian akibat kecelakaan melebihi kematian yang disebabkan penyebaran virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS dan TBC.
Kini sekitar 1,3 juta orang tewas setiap tahun di dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Hasil analisis data kecelakaan pada 2010 menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas jalan di Indonesia telah mengakibatkan sekitar 86 orang meninggal setiap harinya.
Sebanyak 67 persen korban kecelakaan berada pada usia produktif (22–50 tahun). Bisa dibayangkan jika yang menjadi korban ialah ayah yang menjadi tulang punggung keluarga, tentu berdampak pada kelangsungan hidup keluarganya.
Sementara loss productivity dari korban dan kerugian material akibat kecelakaan tersebut diperkirakan mencapai 2,9-3,1 persen dari total PDB Indonesia, atau setara dengan Rp 205–220 triliun pada 2010 dengan total PDB mencapai Rp 7.000 triliun.
Pengamat transportasi sekaligus Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengungkapkan, tingginya angka kecelakaan khususnya di jalan raya dipicu beberapa hal penting. Pertama, sudah sangat jelas, pemerintah telah gagal mewujudkan sarana dan prasarana transportasi massal yang bisa diandalkan.
"Buruknya layanan angkutan massal pada akhirnya membuat masyarakat lebih memilih menggunakan angkutan pribadi, yang kemudian berdampak pada tingginya volume kendaraan, menimbulkan kemacetan, stres, dan berujung pada kecelakaan. Efek domino kian meluas," ujarnya.
Perketat SIM
Djoko berani memberikan tanggapan bahwa kepolisian turut andil dalam tingginya angka kecelakaan di jalan lantaran "sangat mudah" mengeluarkan lisensi izin mengemudi atau yang dikenal dengan Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Prosedur pemberian SIM itu harus jelas dan ketat, tidak seperti membeli kacang goreng. Jika pembuatan SIM sulit, masyarakat yang akan membuat SIM tentu akan lebih disiplin dan melatih diri agar benar-benar mahir dalam mengemudi, baik sepeda motor maupun jenis kendaraan roda empat," jelasnya.
Data riset WHO mutakhir menyebutkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran dalam berlalu lintas merupakan penyebab utama kecelakaan. Mulai dari pengetahuan dasar-dasar mengemudi yang rendah hingga ketidaktahuan dan pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas. Mesti diakui rendahnya etika berkendara, ketidaktaatan, dan sikap serta perilaku yang tidak baik itulah yang membuat kecelakaan lalu lintas terus meningkat di Indonesia.
Selanjutnya, kondisi prasarana jalan di Indonesia juga relatif belum sempurna, dengan pertumbuhan industri otomotif yang terus merangkak naik setiap tahunnya, seperti pertumbuhan mobil 300 per hari dan motor 1.000 per hari, sementara prasarana jalan hanya mengalami pertumbuhan 0,01 persen per bulan. Belum lagi kondisi jalan yang rusak dan berlubang, yang hanya diperbaiki ketika musim mudik Lebaran tiba dan sifatnya hanya tambal sulam.
Selain itu, kesadaran masyarakat saat berkendara di jalan juga masih sangat rendah terhadap pakem keselamatan. Masyarakat kerap mengabaikan penggunaan helm atau sabuk pengaman, melanggar rambu lalu lintas, menggunakan telepon genggam, hingga mengendarai kendaraan dengan laju kecepatan di atas normal. Semua itu memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas, dan sejatinya, kesadaran dapat dimulai secara konsisten dari diri kita masing-masing.
Ketua DPP Organda Eka Sari Lorena yang juga pengusaha otobus mengaku sangat mendukung pengetatan prosedur pemberian SIM, khususnya bagi pengemudi angkutan umum. Hampir setiap tahun angka kecelakaan bus saat mudik Lebaran cukup tinggi.
Ia berharap kepada para pembuat SIM bisa dilakukan pelatihan (training) intensif terlebih dahulu, sebelum SIM dikeluarkan. Ia mencontohkan prosedur pembuatan SIM di luar negeri, seperti di Amerika Serikat, calon pembuat SIM diwajibkan terlebih dahulu mempelajari modul (teori) dari kurikulum yang dibuat pihak kepolisian.
Setelah menguasai teori, barulah diperkenankan membuat jadwal untuk mengikuti tes (praktik) secara langsung. Standar kelulusan yang ditetapkan pun tidaklah mudah. Dengan demikian, kemampuan si calon pengemudi ini benar-benar teruji.
Berdasarkan data Kepolisian Republik Indonesia, tercatat tren kenaikan angka kecelakaan di Indonesia meningkat tajam. Tahun 2008 tercatat 59.164 kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia 20.188, luka berat 23.440, dan luka ringan 55.731 orang.
Adapun kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan properti mencapai Rp 131,207 miliar. Tahun 2009, tercatat 62.960 kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia 19.979, luka berat 23.469, dan luka ringan 62.936 orang. Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan properti mencapai Rp 136,285 miliar.
Sementara tahun 2010 tercatat 64.836 kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia 31.234, luka berat 14.227, dan luka ringan 32.000 orang. Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan properti mencapai Rp 174,335 miliar.
Dicontohkan data yang lebih detial, dari total 65 juta kendaraan yang mengalami kecelakaan di tahun 2010, 75 persen ialah sepeda motor, diikuti mobil 26,62 persen, dan angkutan umum 3,8 persen.
Terkait tingginya angka kecelakaan itu, pada Maret 2010 Majelis Umum PBB mendeklarasikan Decade of Action (DoA) for Road Safety 2011–2020 yang bertujuan mengendalikan dan mengurangi tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan secara global, dengan meningkatkan kegiatan yang dijalankan pada skala nasional, regional, dan global.
Sejumlah Solusi
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah jika keselamatan di jalan raya menjadi agenda prioritas pembangunan nasional? Hal pertama yang mungkin disarankan, yakni mencegah kecelakaan secara engineering (rekayasa).
Djoko mengusulkan, jika Kementerian Perindustrian tidak bisa mengurangi produksi kendaraan, terutama sepeda motor yang berkontribusi besar pada kecelakaan, maka bisa dibuat pembatasan kecepatan pada kendaraan sepeda motor pada kecepatan tertentu (maksimal 70 km per jam), sehingga kendaraan tersebut tidak dapat melebihi kecepatan yang diizinkan. Misalnya, untuk sepeda motor dibuat aturan kendaraan tak lebih dari 90 CC.
Bisa dibayangkan, saat ini jenis motor bebek, baik manual maupun matic, bisa digunakan untuk perjalanan mudik yang sangat jauh karena memiliki kecepatan yang sangat tinggi. Tentu hal ini sangat berbahaya dan sangat mungkin memicu terjadinya kecelakaan.
Contoh berikutnya adalah memasang sensor jarak pada badan kendaraan bermotor sehingga tercipta jarak aman antarkendaraan (minimal 1.000 meter), sehingga saat kendaraan depan rem mendadak, masih ada jarak untuk kendaraan di belakangnya untuk mengendalikan kendaraan dan menginjak rem.
Saran kedua, pemerintah jangan pernah bosan melakukan pencegahan secara administratif. Misalnya iklan promosi keselamatan berkendara di jalan raya, larangan penggunaan ponsel saat berkendara termasuk penggunaan handfree, memasang rambu-rambu, memasang lampu jalan, memperbaiki jalan yang rusak, dan memasang kaca dua arah di tikungan. Selain itu, aparat harus tegas di mana masyarakat tidak boleh mengemudi dalam keadaan mabuk dan mengantuk.
Ketiga, kampanye yang dilakukan terkait pencegahan menggunakan pelindung diri. Misalnya menggunakan helm standar dan bagaimana memasang sabuk pengaman yang benar.
Terakhir, untuk pertolongan pertama, sebaiknya dibuat jalur khusus untuk ambulans, serta penambahan armada ambulans. Ditambah lagi, pemasangan nomor telepon bebas pulsa untuk laporan kecelakaan/keadaan darurat di jalan seperti 911.
"Sebenarnya, kita tidak cukup hanya berbicara angka saja terkait kecelakaan. Tetapi harus berpikir betapa sungguh berharganya nyawa manusia tersebut. Keselamatan harus menjadi tanggung jawab semua orang," ungkap Direktur Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan Hotma Simanjuntak.
Karena itu, instansinya tidak pernah berhenti untuk terus mengingatkan dan menyerukan kepada banyak orang mengenai pentingnya keselamatan di jalan raya. Target utama yang hendak dicapai adalah menurunkan jumlah kecelakaan lalu lintas hingga 50 persen pada 2020.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »