NTMC - Polisi menyampaikan perkembangan anyar soal kasus penipuan terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari berbagai daerah di Jawa Barat (Jabar). Aksi kejahatan tersebut melibatkan sindikat yang terdiri delapan pelaku.
"Sekarang delapan tersangka ini kami tahan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono saat rilis pengungkapan kasus penipuan modus perekrutan CPNS yang berlangsung di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Sabtu (15/8/2015).
Delapan pelaku itu terdiri tujuh pria yaitu Asep Saful Fasih (50), Aminudin Achmadi (48), Deddy Sugandi (43), Maman Suryaman (54), Dede Kurnia (38), Jamil Nurudin dan Dede Mulyana, serta satu wanita yakni Heti Hermawati (55). Hasil pemeriksaan polisi, tercatat ada tiga pelaku sebagai oknum PNS yaitu Asep, Aminudin dan Heti.
"Mereka PNS di kantor pemerintahan," ucap Pudjo didampingi Kasubdit II Ditreskrimum Polda Jabar AKBP Trunoyudho Wisnu Andhiko.
Terbongkarnya kasus ini bermula saat seratusan korban menggeruduk Hotel Yehezkiel di Jalan Surapati, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Rabu 29 Juli 2015. Sebelum ke hotel tersebut sejumlah korban menyambangi kantor Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Regional III di Jalan Surapati. Para korban menerima surat undangan untuk datang ke BKN. Namun ternyata pihak BKN tak pernah mengirim surat undangan.
Akhirnya korban menggeruduk Hotel Yehezkiel untuk menemui perekrut yang mengaku-ngaku sebagai pegawai BKN. Seluruh korban menanyakan Surat Keputusan (SK) penempatan kerja yang mereka dapatkan. Namun ternyata SK tersebut palsu. Polrestabes Bandung langsung bergerak menangkap tiga pelaku yaitu Asep Aminudin dan Deddy di hotel tersebut.
Mengingat daerah tempat kejadiannya menyebar di Jabar, pihak Polrestabes Bandung melimpahkan perkara penipuan CPNS itu ke Polda Jabar. Selanjutnya personel Ditreskrimum Polda Jabar menangkap lima pelaku lainnya yang masih satu sindikat.
Ratusan korban penipuan mayoritas berdomisili di sejumlah wilayah Jawa Barat yaitu Subang, Majalengka, Kabupaten Bandung, Purwakarta, Garut, Tasikmalaya dan Sumedang. Pudjo menjelaskan, korban menyerahkan uang secara bertahap yang nominalnya bervariasi.
"Ada korban menyetorkan uang 45 juta rupiah hingga 150 juta rupiah. Kebanyakan korban itu guru honorer, perawat dan bidan yang ingin menjadi PNS," ujar Pudjo.