NTMC POLRI - Polres Metro Jakarta Selatan, bakal terus menelusuri jaringan terkait kasus eksploitasi anak atau tindak perdagangan orang. Sejauh ini sudah ada empat orang ditetapkan sebagai tersangka.
Modus para pelaku mempekerjakan anak-anak di bawah umur menjadi pengemis, bahkan ada anak yang masih balita diberi obat penenang agar terlihat lemas sehingga orang merasa iba.
"Ya, kami akan terus mengembangkan kasus tersebut. Membongkar jaringan dan mencari siapa pelaku lainnya," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal, Sabtu (26/3).
Sebelumnya diketahui, aparat Polres Metro Jakarta Selatan, telah menetapkan empat orang menjadi tersangka terkait kasus itu. Awalnya polisi menetapkan dua orang tersangka Kamis (24/3), kemudian dua orang kembali ditetapkan sebagai tersangka Jumat (25/3) kemarin.
"Inisial mereka IR, MR, ER, SM," ungkap Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Wahyu Hadiningrat.
Menurut Kombes Pol Wahyu, usai melakukan pendataan dan pemeriksaan terhadap 17 anak dan delapan orang dewasa yang diamankan, Kamis (24/3) sore, polisi mendapatkan fakta bahwa satu korban bayi berusia enam bulan ternyata diberi obat penenang pada saat dibawa untuk mengemis di jalan.
Kapolres menambahkan, satu butir obat penenang berjenis Riknola - clonazeplam- dibagi empat. Satu butir untuk dua hari. Obat itu digunakan supaya korban tenang tertidur
"Jadi, modusnya ada beberapa. Pertama sewa-menyewa anak sehari Rp 200 ribu. Kemudian, modus lainnya lagi yaitu memberikan obat penenang supaya si anak tenang, tidak rewel saat melakukan pekerjaannya. Apabila anaknya tidak mau, ada tindakan kekerasan dari orang tua tersebut," kata Kapolres.
Sementara itu, Psikolog Forensik A. Kasandra Putranto mengatakan, obat yang dipergunakan tersangka merupakan obat penenang yang dapat menurunkan fungsi saraf dan gerak anak.
"Itu obat dosis tinggi dan tak boleh dipergunakan sembarangan. Itu hanya digunakan untuk indikasi yang memerlukan kondisi tersebut. Jika digunakan untuk anak pasti dampaknya akan besar," jelasnya.
Ia mengungkapkan, obat tersebut tidak dijual di apotek umum. Bahkan, dokter umum saja tidak bisa mengeluarkannya. "Berarti ada jaringan lain yang harus dibongkar," tandasnya.