SURABAYA – Proyek pengurai lalu lintas di Kota Pahlawan masih saja terkendala. Jalan A Yani yang selama ini jadi titik utama kemacetan belum bisa diatasi. Parahnya lagi, usulan untuk membangun jembatan layang (flyover) ditolak Pemkot Surabaya.
Flyover yang ditolak pemkot itu berada di bundaran Jemursari, depan Kantor Bulog Jatim. Alasannya, Pemkot sudah melebarkan jalan di sana dan sedang merekayasa arus lalu lintas (lalin) di kawasan tersebut. Kepala Badan Perencanan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan menuturkan, kemungkinan besar pihaknya tidak akan membangun flyover di bundaran Jemursari, tepatnya di depan bundaran Bulog.
”Jadi memang tak ada flyover. Kami ini ingin merekayasa arus lalin sendiri.Semoga saja program kami selesai tahun depan,” ujar Hendro, kemarin. Menurutnya, sampai saat ini upaya pengurain arus lalin di sekitar bundaran Bulog masih menemui jalan buntu.Meski Pemprov Jatim, Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) V Surabaya, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBP) Surabaya dan Bappeko sudah berupaya menuntaskan kemacetan di sana,namun sampai sekarang upaya itu belum mendapatkan hasil positif.
Hendro menegaskan,upaya penguaraian arus lalin di bundaran Jemursari menunggu hasil pembangunan jalan frontage road (FR) antara Jemur Ngawinan- Siwalankerto. Program pembangan jalan alternatif itu masih dalam negoisasi pembebasan lahan di sana. Sementara itu, proses pembebasan lahan milik warga di Jemur Ngawinan secara prinsip sudah ada kepastian dan pelaksanaannya sudah mencapai sekitar 80%.
Cuma pelaksanaannya masih terganjal pembebasan masjid.Warga minta masjidnya dipindahkan ke lokasi sekitarnya, sementara tanah untuk pembangunan masjid baru masih dalam proses nego. Proses penguarain arus lalu lintas lain di sekitar bundaran Jemursari yaitu dengan pembangunan box culvert di atas kali Kebun Agung yang membentang dari bundaran Jemursari menuju arah Jalan Jemur Handayani ke arah Rungkut Industri.
Rencananya, sebagian kali Kebun Agung ditutup box culvert dan di atasnya dipakai jalan raya seperti yang sudah dilakukan Pemkot di Jalan Banyu Urip. Rencana lain,pemkot juga akan memindahkan warga yang tinggal di bundaran Jemursari. Hanya saja,pemindahan warga di sana membutuhkan biaya yang sangat besar,sekitar Rp55 miliar. “Intinya, kami tetap optimistis mampu mengurai kemacetan di sekitar bundaran Jemursai,”jelasnya.
Sementara itu,Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Simon Lekatompessy mengatakan, semua lembaga pemerintah samasama mempunyai kompentensi dalam penyelesaian kemacetan dan pelaksanaan perbaikan proyek jalan di sekitar bundaran Jemursari. Namun, upaya penguraian kemacetan di sana masih saling lempar. Lembaga-lembaga yang disebutkan pemkot itu sampai sekarang belum memiliki satu visi dalam upaya penyelesaiannya.
Atas kondisi itu Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyarankan agar titik-titik kemaceten di dua kawasan tersebut dibangun flyover. “Tapi, kalau Pemkot nggak mau, ya kami minta Pemkot yang harus konsekuen untuk mengatasi kemacetan di sana,”ujarnya. Menurutnya, selama ini ada kebuntuan upaya penguraian kemacetan di sekitar bundaran Jemursari.
Kebuntuan itu terlihat saat dengar pendapat (hearing) antara Komisi C dengan Pemprov Jatim, Balai Besar PelaksanaJalanNasional( BBPJN) V Surabaya, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBP) dan Badan Perencanan Pembangunan Kota (Bappeko) di komisi C, pada Maret lalu.Semua perwakilan yang diundang belum memiliki satu visi, terutama soal pelebaran jalan di sana.