Sumenep - Sekitar 500 petani garam yang tergabung dalam Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGASI) dan Paguyuban Petani Garam Rakyat Sumenep (Perras), Rabu (12/09/12), berunjuk rasa. Mereka memprotes rendahnya harga garam.
Para petani garam tersebut memulai aksinya dari tugu 'Selamat Datang' yang merupakan pintu masuk kota Sumenep. Mereka naik beberapa truk beriringan, serta puluhan sepeda motor. Para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan 'Petani garam menjerit karena harga garam menukik'.
"Ini merupakan bentuk kekecewaan petani garam. Madura penghasil garam terbesar, tapi garam tidak dihargai. Jangan salahkan kalau kami menghentikan produksi garam, hingga negara kita kekurangan garam!" teriak Hasan Basri, Ketua Perras.
Mereka mengeluhkan rendahnya pembelian garam dibanding harga patokan pemerintah. "Saat ini, harga jual garam rakyat pada kisaran Rp200 hingga Rp450 per kilogram, yang berarti jauh di bawah ketentuan pemerintah Rp750 per kilogram untuk kualitas satu (KW-1) dan Rp550 per kilogram untuk KW-2," ujar Hasan.
Aksi para petani garam itu tak urung menimbulkan kemacetan panjang di pintu masuk Kota Sumenep. Antrian kendaraan dari arah kota maupun yang akan masuk kota tertahan, hingga para pengunjuk rasa ini bergerak meninggalkan pintu masuk kota Sumenep.
Akibat aksi unjuk rasa tersebut, arus lalu lintas terpaksa dialihkan. Kendaraan yang semestinya akan masuk kota Sumenep mengambil jalan lurus melalui jalur protokol, namun saat ini dialihkan melalui lingkar barat maupun lingkar timur.
Sementara para pengunjuk rasa mulai bergerak menuju gedung DPRD Sumenep. Sepanjang perjalanan mulai pintu masuk kota Sumenep menuju gedung DPRD, mereka menabur garam dari atas truk, sebagai bentuk protes rendahnya harga garam.