Jakarta - Ketika kita belajar berkendara, mentor atau pelatih mengemudi selalu mengingatkan kita agar jangan ngebut, karena besar kemungkinan celaka. Artinya, semua tahu bahwa ngebut akan menyebabkan kecelakaan. Namun banyak pengemudi yang dengan sengaja ngebut di jalan. Apalagi jalanan yang dia lewati adalah jalanan ramai, sibuk, dalam kota, dan padat penduduk.
Seharusnya pengemudi tersebut menjalankan kendaraannya sesuai aturan, yakni tidak melebihi kisaran kecepatan 40 km/jam - 55 km/jam di jalanan ramai, dalam kota, dan jalanan padat serta sibuk. Lantas perlu diingatkankah mereka para pengemudi dengan kelakuan seperti itu? Ya, perlu. Sebenarnya sudah banyak contoh peringatan yang diberikan ke para pengemudi itu dari penduduk sekitar, yang merasa kenyamanannya terganggu akibat ulah berkendara mereka.
Dari mulai peringatan dengan cara baik-baik, yakni masukan yang sopan, hingga teguran keras. Namun biasanya, secara psikologis, keinginan mengebut 'didukung' oleh hormon adrenalin. Inilah yang menjadi masalah. Tak jarang kita dapati, apapun bentuk peringatan yang diberikan kepada para pengendara seperti itu, malah berujung adu emosi. Yang mengingatkan merasa terganggu kenyamanannya, sopir yang diingatkan pun merasa kesenangannya mengemudi dengan cara seperti itu terganggu.
Saya sendiri kerap tak segan membawa urusan seperti itu ke adu fisik. Para pengemudi yang 'ngeyel' ketika ditegur kerap jadi santapan kemarahan saya secara fisik. Maklum, mereka saya anggap telah membahayakan diri saya. Saya terpaksa membela diri dengan cara saya sendiri.
Namun itu ternyata tidak menyelesaikan masalah, di kondisi masyarakat yang sedang 'sakit' seperti saat ini. Saya pernah nyaris menjadi korban pengeroyokan, akibat mengajak duel seorang sopir mobil pick up, yang tak terima dengan cara saya, dan akhirnya dia memanggil temannya.
Baiklah, kita sudah tahu cara kekerasan akan mengundang kekerasan baru, kecuali memang kita menyukai kondisi perang di tengah masyarakat yang merdeka ini. Lalu mari kita sikat habis mereka dengan cara yang lebih strategis.
Pada 2009 lalu, pemerintah mengeluarkan peraturan guna menekan korban akibat ulah para pengemudi kurang ajar tersebut.Kenapa saya sebut kurang ajar? Karena kembali lagi, mereka sebenarnya sudah diajarkan agar tidak ngebut, namun mereka tetap lebih suka mengikuti keinginannya untuk ngebut. Sehingga ajaran yang mereka terima sebenarnya masih kurang masuk otak mereka. Adapun peraturan tersebut adalah Pasal 311 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Berikut petikannya:
Pasal 311 :
Ayat (1)
Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Ayat (2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
Ayat (3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
Ayat (4)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Ayat (5)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Seharusnya pengemudi tersebut menjalankan kendaraannya sesuai aturan, yakni tidak melebihi kisaran kecepatan 40 km/jam - 55 km/jam di jalanan ramai, dalam kota, dan jalanan padat serta sibuk. Lantas perlu diingatkankah mereka para pengemudi dengan kelakuan seperti itu? Ya, perlu. Sebenarnya sudah banyak contoh peringatan yang diberikan ke para pengemudi itu dari penduduk sekitar, yang merasa kenyamanannya terganggu akibat ulah berkendara mereka.
Dari mulai peringatan dengan cara baik-baik, yakni masukan yang sopan, hingga teguran keras. Namun biasanya, secara psikologis, keinginan mengebut 'didukung' oleh hormon adrenalin. Inilah yang menjadi masalah. Tak jarang kita dapati, apapun bentuk peringatan yang diberikan kepada para pengendara seperti itu, malah berujung adu emosi. Yang mengingatkan merasa terganggu kenyamanannya, sopir yang diingatkan pun merasa kesenangannya mengemudi dengan cara seperti itu terganggu.
Saya sendiri kerap tak segan membawa urusan seperti itu ke adu fisik. Para pengemudi yang 'ngeyel' ketika ditegur kerap jadi santapan kemarahan saya secara fisik. Maklum, mereka saya anggap telah membahayakan diri saya. Saya terpaksa membela diri dengan cara saya sendiri.
Namun itu ternyata tidak menyelesaikan masalah, di kondisi masyarakat yang sedang 'sakit' seperti saat ini. Saya pernah nyaris menjadi korban pengeroyokan, akibat mengajak duel seorang sopir mobil pick up, yang tak terima dengan cara saya, dan akhirnya dia memanggil temannya.
Baiklah, kita sudah tahu cara kekerasan akan mengundang kekerasan baru, kecuali memang kita menyukai kondisi perang di tengah masyarakat yang merdeka ini. Lalu mari kita sikat habis mereka dengan cara yang lebih strategis.
Pada 2009 lalu, pemerintah mengeluarkan peraturan guna menekan korban akibat ulah para pengemudi kurang ajar tersebut.Kenapa saya sebut kurang ajar? Karena kembali lagi, mereka sebenarnya sudah diajarkan agar tidak ngebut, namun mereka tetap lebih suka mengikuti keinginannya untuk ngebut. Sehingga ajaran yang mereka terima sebenarnya masih kurang masuk otak mereka. Adapun peraturan tersebut adalah Pasal 311 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Berikut petikannya:
Pasal 311 :
Ayat (1)
Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Ayat (2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
Ayat (3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
Ayat (4)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Ayat (5)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Dari Cerita ini, saya hanya menghimbau bagi para pengguna jalan, agar selalu menjadi "Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas" yang dimulai dari diri sendiri dan "Jadikan Keselamatan Sebagai Kebutuhan". Slogan yang selalu dikampanyekan tanpa henti oleh jajaran Kepolisian Lalu Lintas ini selalu berharap akan kesadaran masyarakat akan pentingnya nyawa kita dan keselamatan pengguna jalan lain.