Praktik Uji SIM Dengan Kendaraan Sendiri

21:56


Jakarta - Empat sepeda motor beranjak meninggalkan tempat parkir Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM Polda Metro Jaya. Di pintu keluar, rombongan itu berhenti untuk bayar uang parkir. Empat pria dan tiga perempuan yang duduk di atas motor itu terlihat sibuk menggerak-gerakkan tangannya. Tak terdengar ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Petugas parkir berseragam kemeja biru di pos tampak melongo melihat aksi para pengendara roda dua itu. Belakangan, petugas parkir itu paham, para pengendara itu sedang berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Ia pun mengangkat jari telunjuk dan tengah, untuk memberitahu bahwa uang parkir yang harus dibayar Rp 2 ribu per motor.

Seorang perempuan yang duduk dibonceng di motor terdepan membuka tas. Ia mengeluarkan uang pecahan Rp 2.000 sebanyak empat lembar. Uang itu lalu diserahkan kepada petugas parkir.

Usai bayar parkir, mereka meninggalkan Satpas SIM yang terletak di Jalan Daan Mogot Km 11 Cengkareng, Jakarta Barat. Dari kejauhan, orang yang dibonceng berkomunikasi dengan bahasa isyarat ketika motor melaju.

Ketujuh orang itu adalah menyandang tuna rungu yang baru saja selesai mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM). Itu mah belum banyak. Kemarin-kemarin banyak yang begitu (cacat), datang rombongan buat  mengurus SIM, kata petugas parkir itu.

Satpas SIM di Daan Mogot bukan hanya jadi tempat untuk mengurus SIM baru maupun yang sudah kadaluarsa lebih dari satu tahun, tapi juga tempat pembuatan surat khusus penyandang cacat. Penyandang cacat yang lulus tes akan mendapat SIM D.

Memasuki gedung Satpas SIM yang bercat biru terlihat orang lalu lalang. Beberapa loket terlihat sibuk para pemohon SIM yang hendak mengambil formulir maupun melakukan pembayaran.

Melewati loket-loket terlihat sebuah ruangan besar di sebelah itu. Di ruangan itu dipasang tulisan Simulator Mengemudi. Deretan kursi besi di situ dipenuhi orang.

Pengunjung yang hendak ke bagian belakang gedung ini perlu melewati pintu berkaca pembatas dengan besi stainless yang berputar. Di bagian belakangan juga dipenuhi loket-loket yang berjejer. Loket-loket itu terlihat sibuk melayani orang. Sesekali terdengar suara petugas melalui pengeras suami memanggil nama-nama pemohon SIM.

Persis di depan bagian loket belakang itu ada lapangan. Di lapangan ini terdapat rambu-rambu lalu lintas yang dipasang di beberapa titik. Beberapa kendaraan terlihat melaju pelan, mundur juga berbelok. Itu adalah lapangan praktik bagi calon pemegang SIM.

Tempat praktik ini memiliki luas sekitar satu hektar. Cukup lapangan untuk melakukan berbagai manuver mengemudi kendaraan roda empat maupun roda dua. Di lapangan ini sejumlah penyandang cacat dites mengemudikan kendaraan.

Kendaraan seperti apa? Ada disediakan kepolisian? Ternyata kendaraannya merupakan milik penyandang cacat itu sendiri. Beberapa kendaraan sudah dimodifikasi. Ada sepeda motor beroda tiga.

Orang-orang yang juga sedang mengurus SIM terlihat menonton ketika para penyandang cacat itu mengemudikan kendaraan miliknya. Mereka mengemudikan kendaraannya menyusuri lintasan yang ada di lapangan praktik itu. Para petugas Kepolisian terlihat memberikan panduan kepada penyandang cacat yang akan melakukan ujian praktik.

Jika lulus ujian tertulis dan praktik, mereka dianggap layak untuk mengemudikan kendaraan dan berhak memegang SIM D.

Ismael, salah seorang penyandang cacat tersenyum gembira ketika melihat SIM D bergambar foto dirinya. Saya senang akhirnya ada SIM khusus untuk difabel, jadi lebih nyaman, ujarnya.

Ia mengaku sudah 10 tahun mengendarai sepeda motornya yang sudah dimodifikasi. Tapi tak pernah melengkapi diri dengan SIM. Baru sekarang mengurusnya. Setelah memegang SIM, Ismael berani melajukan kendaraan rodanya di jalan raya tanpa waswas bakal ditilang.

Disediakan Loket Khusus Biar Nggak Desak-desakan


Satpas SIM Polda Metro Jaya tak membeda-bedakan prosedur pengurusan SIM untuk penyandang cacat dengan orang normal. Penyandang cacat juga harus mengikuti ujian tertulis dan praktik.

Iptu Efri, petugas Data dan Informasi Satpas SIM Polda Metro Jaya mengatakan, pihaknya tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan kepada pemohon SIM.

Namun, terhadap penyandang cacat yang mengurus SIM D secara rombongan, pihaknya akan memberikan loket khusus. Tujuannya, agar penyandang cacat itu tak berdesak-desak dengan orang-orang normal yang berjubel datang mengurus SIM di sini.

Namun, semua prosedur tetap harus dipatuhi. Para penyandang disabilitas itu tetap harus mengikuti proses pendaftaran, mengisi formulir, ujian teori, ujian praktek, foto dan juga membayar administrasi, ujar Efri di ruang kerjanya di lantai dua gedung Satpas SIM, Daan Mogot, Jakarta Barat.

Perwira berbadan langsing itu menyampaikan, perbedaan prosedur hanya saat ujian praktik. Sebab, para penyandang cacat membawa sendiri kendaraannya, dan telah dimodifikasi sesuai dengan kenyamanan dan keselamatan yang dirasakan langsung oleh si penyadang cacat.

Sebab, kita sendiri memang tidak menyediakan jenis-jenis kendaraan yang pas dengan masing-masing penyandang cacat. Ya, mereka lebih paham kenyamanan dan kemampuan mereka seperti apa dalam memodifikasi kendaraannya. Yang penting layak dan memang aman untuk dikendarai, jelas Efri.

Karena itu pula, lanjut dia, SIM yang diberikan kepada para penyandang cacat itu pun adalah SIM D. SIM-nya sama saja dengan SIM biasa, cuma memang ada logo D, yang dimaksudkan untuk para penyandang cacat, jelasnya.

Kepolisian tidak akan memberikan SIM D kepada penyandang tuna netra dan buta warna. Sebab tuna netra sangat riskan. Demikian juga buta warna perlu perhatian sangat khusus, terkait rambu-rambu lalulintas. Namun, tetap harus melalui proses pemeriksaan dokter. Penyandang tuna rungu aja, dalam berkendara, harus tetap menggunakan alat pendengaran dalam berkendara, jelasnya.

Untuk bisa mengurus pembuatan SIM D, penyandang cacat harus mengantongi surat jaminan dari dokter. Surat jaminan itu menyebutkan bahwa yang bersangkutan memang tidak mengalami gangguan dan bisa dipastikan mampu mengendarai kendaraannya secara wajar.

Pemberian SIM itu tentu setelah terlebih dahulu mereka melalui pemeriksaan dokter. Jika dokter memastikan mereka bisa mengendarai kendaraan, ya kita tes dan juga ikuti prosedur dan kemudian diberikan SIM D, jelasnya.

Pekan lalu, ada 165 penyandang lalu yang mengurus SIM D di sini. Menurut Efri, setelah melakukan semua tahapan hanya 120 yang berhak memegang SIM itu. Ternyata tak semua bisa hadir. Lalu ada juga peserta yang memiliki SIM dari Bogor, misalnya, ya tentu selanjutnya bukan di sini mengurus SIM-nya, jelasnya.

Ke-120 penyandang cacat itu terdiri 80 orang tuna rungu, 28 orang disabilitas tubuh dan sisanya Non Disabilitas.

Untuk memperoleh SIM D penyandang cacat perlu mengeluarkan biaya administrasi Rp 50 ribu dan 30 ribu untuk tes kesehatan. Itu semua biayanya sampai mereka pegang SIM D, ujarnya.

Menurut Efri, semua warga negara berhak memegang SIM, termasuk penyandang cacat asal mereka memenuhi syarat.

Setiap hari, Satpas SIM melayani permohonan 600 SIM baru dari berbagai kalangan. Bila digabung dengan proses pengurusan pergantian SIM, mutasi atau yang hilang bisa 800 sampai 900 per hari, ungkap Efri.
 
Mengurus SIM Kolektif, 120 Dinyatakan Lulus

Sebanyak 165 penyandang cacat melakukan pembuatan SIM secara massal di Satpas SIM Polda Metro Jaya pekan lalu. Mereka tergabung dalam Persatuan Penyadang Cacat Indonesia (PPCI).

Sejak pukul 9 pagi, ratusan penyandang cacat itu sudah berkumpul di Satpas SIM di Cengkarang, Jakarta Barat. Mereka adalah penyandang cacat fisik atau yang dikenal dengan penyandang disabilitas, terdiri dari tuna rungu dan disabilitas tubuh.

Lima orang petugas Satpas, meladeni para penyandang cacat itu ketika melakukan praktek mengemudi. Keseluruhan proses sejak pendaftaran hingga pengambilan SIM D memakan waktu sekitar lima jam. Dari pukul 9 pagi sampai 4 sore.

Ada 129 orang yang disabilitas yang mau membuat SIM, ditambah pengurus dan pegawai kita total menjadi 165 orang, ujar Leindert Hermeinadi, Ketua Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) DKI Jakarta.

Pria yang akrab disapa Didi itu, menyampaikan, selama ini para penyandang cacat yang dikenal mengalami disabilitas memang ingin diperlakukan sama dalam setiap pelayanan, termasuk dalam membuat SIM.

Namun, minimnya informasi dan peraturan yang tidak menjangkau para penyandang cacat, membuat mereka terpinggirkan. Kita berterima kasih karena ternyata masih ada yang peduli dan mau bersama-sama memikirkan para disabilitas, ujar Didi.

Didi menyebut, dengan adanya kemauan dan kebersamaan, mereka lalu secara bersama-sama mengajukan permohonan pembuatan SIM D kepada Polda Metro Jaya. Para disabilitas yang ikut dalam pembuatan SIM D itu yang menderita tuna rungu, tuna daksa dan disabilitas tubuh, seperti cacat tangan, kena polio, cacat kaki dan beberapa jenis lainnya.

Yang tidak masuk dalam kategori untuk disabilitas pelayanan SIM D, lanjutnya, adalah mereka yang mengalami disabilitas mata dan intelektual disabilitas.

Mengenai kendaraan yang dipakai untuk ujian praktik, Didi menyampaikan, disediakan untuk masing-masing pemohon. Umumnya, penyandang cacat itu sudah memiliki kendaraan yang dimodifikasi disesuaikan dengan keterbatasan fisik mereka.

Mereka sendiri melakukan modifikasi kendaraannya. Dan memang kita tidak menyediakan, karena berkenaan dengan kemampuan finansial kami (PPCI). Kepolisian kita juga belum memiliki kendaraan yang pas dengan kondisi disabilitas, ujar Didi.

Bikin Baru Rp 50 Ribu Perpanjangan Rp 30 Ribu

Keterbatasan tidak menghalangi para penyandang cacat atau difabel untuk mengendarai kendaraan bermotor layaknya mereka yang normal. Menyadari hal tersebut, Ditlantas Polda Metro Jaya membuka pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) kolektif bagi para difabel. SIM ini diberi kode D.

Kepolisian mengeluarkan SIM D untuk penyandang cacat yang mengendarai sepeda motor. Para penyandang cacat juga akan diberi loket khusus sehingga tidak harus ikut antre dengan pemohon SIM lainnya.

Loket khusus ini dibuka hanya untuk pemohon SIM D. Jadi, mereka tidak harus berdesak-desakan dengan pemohon SIM lainnya, ujar Kasi SIM Daan Mogot Kompol Twedi Aditya Bennyahdi saat peluncuran SIM khusus penyandang cacat ini, September lalu.

Twedi mengatakan, mengenai tata cara pembuatan SIM petugas tidak mengistimewakan penyandang cacat. Karena para penyandang cacat juga harus memiliki kemampuan dan emosi yang baik untuk bisa berkendara.

Pemohon difabel diharuskan memiliki kemampuan dan emosi yang baik untuk bisa berkendara, katanya.

Motor yang digunakan penyandang cacat untuk SIM D merupakan motor yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penyandang cacat. Jumlah roda motor ini bisa dua atau lebih. SIM D digunakan untuk jenis motor yang sudah dimodifikasi untuk pengendara difabel, katanya.

Twedi mengatakan, biaya permohonan SIM untuk pembuatan SIM D sebesar Rp 50 ribu, sedangkan untuk perpanjangan Rp 30 ribu. Untuk ujian praktik pemohon SIM D para pemohon SIM ini diperbolehkan menggunakan motor mereka sendiri saat ujian praktik.

Proses pembuatan SIM relatif sama dengan pembuatan SIM umum. Pertama, mereka melakukan cek kesehatan, kemudian dilanjutkan tes tertulis dan terakhir tes praktek yang menggunakan kendaraan pribadi mereka.

Umumnya para difabel memodifikasi sepeda motor dengan menambah dua roda pada kiri dan kanan di bagian roda belakang. Pihak Ditlantas sudah memiliki loket khusus pembuatan SIM D. Dengan biaya pembuatan SIM yaitu sebesar Rp 50.000, sedangkan untuk perpanjangan dikenakan biaya Rp 30.000

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »